RATNA AYU BUDHIARTI
E-Mail: ratnarachman[aT]gmail.com
RATNA AYU BUDHIARTI lahir di Cianjur pada 9 Februari 1981. Menulis puisi sejak kelas 6 SD. Karyanya banyak dimuat di media cetak seperti Mingguan Pelajar, Majalah Sahabat Pena, Puitika, SK. Priangan, HU. Pikiran Rakyat,dan Suara Karya. Puisinya dimuat dalam antologi bersama Orasi Kue Serabi (SST, 2001), Enam Penyair Membentur Tembok (SST, 2002), Poligami (SST, 2003), Muktamar (SST, 2003), Bunga yang Berserak (KSDS, 2003), Antologi 9 Penyair Jawa Barat Aku akan Pergi ke Banyak Peristiwa (Taman Budaya Jawa Barat, 2005), kumpulan puisi penyair Bali-Jawa Barat “ROH” (Mnemonic, 2005), Di Atas Viaduct (Kiblat, 2009), dan antologi tunggal “Dusta Cinta” (Gaza Publishing, 2008).Daftar Buku
Jumlah buku:11. SURAT MENJELANG LEPAS LAJANG
Kumpulan puisi dari 2001 sampai 2011, yang disunting dari berbagai kumpulan puisi yang selama ini terbit. Baik kumpulan puisi tunggal maupun kumpulan puisi bersama. *** Ratna Ayu Budhiarti menulis puisi dengan segar dan enak dibaca. Hal ini bukan hanya berlaku buat puisinya yang naratif, namun juga puisinya liris. Kesegaran ini, saya kira, muncul dari sikap kepenyairannya yang riang dan gembira. Misalnya dengan enak ia menggunakan bahasa sehari-hari untuk puisinya, dengan enak pula mengangkat penggalan cerita dari film, novel, lagu atau apapun sebagai ide. Tentu saja semua ini dilakukan dengan kreativitas serta intensitas yang terjaga. Buktinya, dengan menggunakan bahasa yang rileks dan komunikatif ini tidak membuat puisinya menjadi kehilangan kedalaman atau daya tenung. (Acep Zamzam Noor, penyair) *** Ratna terus mengembangkan dirinya jadi penyair, dan ia tidak main-main dengan apa yang ditulisnya itu. (Soni Farid Maulana, penyair, esais)
Kumpulan puisi dari 2001 sampai 2011, yang disunting dari berbagai kumpulan puisi yang selama ini terbit. Baik kumpulan puisi tunggal maupun kumpulan puisi bersama. *** Ratna Ayu Budhiarti menulis puisi dengan segar dan enak dibaca. Hal ini bukan hanya berlaku buat puisinya yang naratif, namun juga puisinya liris. Kesegaran ini, saya kira, muncul dari sikap kepenyairannya yang riang dan gembira. Misalnya dengan enak ia menggunakan bahasa sehari-hari untuk puisinya, dengan enak pula mengangkat penggalan cerita dari film, novel, lagu atau apapun sebagai ide. Tentu saja semua ini dilakukan dengan kreativitas serta intensitas yang terjaga. Buktinya, dengan menggunakan bahasa yang rileks dan komunikatif ini tidak membuat puisinya menjadi kehilangan kedalaman atau daya tenung. (Acep Zamzam Noor, penyair) *** Ratna terus mengembangkan dirinya jadi penyair, dan ia tidak main-main dengan apa yang ditulisnya itu. (Soni Farid Maulana, penyair, esais)