“Sejenak ruangan ini menjadi sedikit muram, mengikuti warna hati sang gadis. Walaupun, pada faktanya semua orang di sini tetap pada kegembiraan masing-masing, tanpa peduli bahwa seseorang dari mereka sedang terhakimi dengan beberapa masalah kehidupan. Dan aku hanyalah sebuah benda mati yang tak dapat berbuat apa-apa, hanya dapat memandangi wajah sendunya dari kejauhan.” 

 

Yah, akulah si Cangkir Pelangi, benda mati yang ditakdirkan untuk selalu tersembunyi. Gadis itu adalah mahasiswa strata dua (S2) di Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang. Takdir mengundangnya untuk masuk ke dalam sebuah perjalanan yang melibatkan 7 orang sahabat. Mereka menghadapi masa-masa yang dihadapkan dengan kesulitan yang bisa mereka lalui dengan senyuman, karena mereka selalu percaya, saat mereka ikhlas semua akan dipermudahkan. Masa-masa di mana persahabatan mereka diuji dengan berbagai macam perseteruan, kemudian mereka bayar dengan jalan perdamaian dan saling mengingatkan. Mereka tahu, bahwa dari mereka memiliki jalan perjuangannya yang berbeda. Namun, mereka selalu berusaha membantu, agar kelak dapat sukses bersama, sampai semua pertanyaan perlahan terjawab, dan semua perjuangan perlahan terlunasi.

 

Dan, bagaimanakah cara lantunan takdir mempertemukan mereka, membentuk sebuah jalinan persahabatan yang didasari dari kata tak “saling kenal”? Bagaimana juga sang gadis dapat menjalani deretan takdir yang Tuhan hadiahkan untuknya?