Dari lubang teropong Masjid Jabal Arafah aku melihat sekeliling Kota Batam. Sungguh megah kota metropolitan ini. Di antaranya terlihat masjid-masjid yang megah dan indah. Di sela-sela menara masjid-masjid yang menjulang tinggi samar kulihat bayangan pulau kecil. Suasana tenang dan sepi di sana pasti tidak kalah syahdu dengan hiruk pikuk keramaian di sini.

 

Waktu berjalan, lubuk dan rawa menjelma menjadi tumpukan aspal dan beton, mengubah watak manusia menjadi pragmatis dan materialistis. Mereka seperti berlomba dan serakah memuaskan nafsu masing-masing. Kegelapan mulai meyelimuti riuhnya kota. Menyamarkan batas antara kaki langit dan ujung lautan.

 

Kegelapan yang teramat kelam sesungguhnya menjadi tanda akan munculnya kecerahan. Lampu-lampu kecil mulai bermunculan, di pusat kota maupun di tepi pulau. Cahaya kecil terus bersinar memberikan pencerahan bagi umat di sekitarnya. Ya, mereka adalah orang-orang yang mendapatkan hidayah. Nur Ilahi terpancar dalam setiap aktivitasnya.

 

Kutinggalkan teropong Masjid Jabal Arafah. Aku berjalan menuju cahaya kecil itu. Mereka adalah umat yang mempunyai kelebihan harta dengan sedekahnya, mereka yang berkuasa dengan pengaruhnya, mereka mualaf yang tercerahkan, mereka yang di pulau dengan hati yang putih bersih, dan banyak lagi rupa dan bentuk cahayanya.

Kisah itulah yang satu per satu kurangkum dalam jejak pencerah ini.