slogan leutika prio

Sukma

SukmaE-Mail: sukma_kidspro[aT]yahoo.co.id

Cerpennya berjudul "Perempuan Langit" masuk kategori nominasi sepuluh besar cerpen terbaik Balai Bahasa Medan tingkat remaja se-Sumut Tahun 2006.Delegasi Indonesia dalam workshop bengkel penulisan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera); Esai di Bogor 2009




Daftar Buku

Jumlah buku:2

1. PESTA KEMBANG API
PESTA KEMBANG APISiapa yang tidak senang bermain kembang api di malam hari. Aku dan adikku, Dino juga sangat menyukainya. Apalagi di malam-malam istimewa seperti malam takbiran, malam ulang tahunku juga malam tahun baru nanti. Wah, pasti akan sangat indah sekali, kataku dalam hati. Pernah kami diajak Kak Ratna, tetangga sebelah rumahku untuk bermain kembang api bersama saat malam idul fitri tahun kemarin. “Wahh, besar sekali kembang api punyai Kakak. Pasti harganya mahal, ya Kak?” Kagumku terhadap kembang api milik kak Ratna. “Oh, tentu dong. Ini kakak pesan sama tante kakak yang ada di Surabaya seminggu yang lalu.” Balas Kak Ratna tak mau kalah. “Ayo, buruan, Kak. Nyalai kembangnya aku mau lihat, pasti warnanya indah sekali!” Ternyata dugaanku salah, bukan indah tapi sungguh indah. Aku sempat terpana saat kembang api milik Kak Ratna dinyalakan. Warnanya sungguh membuatku tak ingin lekas-lekas berpaling. Hijau, merah, kuning, biru, ungu bahkan sesekali aku pun sengaja bermain di bawah percikannya.

2. Rumah Ibu
Rumah IbuKatakan, dimana tempat paling nyaman selain berada dalam rumah ibu?! Itu pertanyaan yang kerap kita acungkan ketika hidup sudah tidak lagi bersahabat. Disaat kita butuh tempat, kita butuh perlindungan bahkan kita butuh dekapan. Semua itu hanya ada pada ibu. Keagungan ibu menjelma malaikat, serupa mendung yang dingin, kadang pun lembut ibarat embun yang hening. Semua itu semata-mata, karena ibu amat mahir mendamaikan, ibu tak pernah alpha berkata rindu, ibu juga yang kerap terlatih untuk sabar. Rumah tanpa ibu selalu membikin hati tak menentu. Walau di dalamnya begitu bergelimang macam kekayaan, bertabur riuh tepuk-tangan, tapi cukuplah senyum ibu yang mewakili semuanya. Mampukah ibu hidup selamanya? Menemani dan mendatangkan rasa cinta? Sekumpulan cerpen dalam buku Rumah Ibu ini menyuguhkan aroma keibuan yang gigil. Di dalamnya bertabur wajah ibu yang beraneka rupa tapi tetap menentramkan. Sungguh, dengan membaca buku ini, seolah kita dikenalkan kembali bahwa ibu, tetaplah perempuan agung yang dititipkan tuhan untuk kita.

Leutika Leutika