Buku ini berkisah tentang kisah nyata dari jejak-jejak petualangan hidup dan pendidikan seorang anak yang menetap di zona perbatasan: Pakantan. Anak perbatasan yang hidup dengan segala keterbatasan. Ompung dan ayahnya tidak pernah mencicipi pendidikan, ibunya hanya lulusan SMP, dan problematika finansial keluarganya sangat memprihatinkan. Sang ayah hanya mampu menafkahi keluarganya sebagai buruh lepas, istilah warga Pakantan “dikais manyogot dipatuduk potang” artinya dicari pagi dan dihabiskan sore. Alih-alih membiayai sekolah, mencukupi kebutuhan dapur saja kurang. Tetapi, semangat ayahnya memeras peluh dan keuletan ibunya mendidik si anak seakan menjawab semua problematika tersebut.

 

Dalam buku ini, penulis juga mengupas profil beberapa tokoh kebanggaan Pakantan. Pakantan sebagai perkampungan terisolosir, tapi mampu melahirkan tokoh-tokoh hebat, berpendidikan tinggi, elite, dan disegani, seperti Dr. Adnan Buyung Nasution, S.H., sebagai advokat andal dan pendiri lembaga bantuan hukum. Sakti Lubis dan Martinus Lubis sebagai pejung melawan Belanda, Prof. DR. AP. Parlindungan mantan rektor USU, dan Kolonel Purn. Dahlan Lintang mantan Kastaf Kodam II BB. Buku ini menarik dengan analogi kisah-kisah inspiratif sebagai media untuk menyentuh kepribadian pembaca secara halus. Dilepas ke perguruan tinggi dengan modal pendaftaran menelurkan teori bertahan hidup. Hidup dengan serba kekurangan. Teori bertahan hidup yang layak dicontoh dan diimplementasikan para pelajar yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi atau para mahasiswa yang sedang berjuang di negeri orang.