Krisis ART di kota-kota besar semakin parah. Diperlukan analisis dan terobosan. Banyak keluarga yang terkesan menerima siapa saja yang penting bersedia menjadi asisten rumah tangga tanpa melalui proses seleksi sehingga rawan terjadi kejahatan di rumah sendiri. Penulis dulu bingung mengapa sudah menyediakan kamar ber-AC khusus untuk mbak, bebas meminjam motor untuk mereka pakai jalan-jalan, dapat jatah libur hari Sabtu dan Minggu, bebas keluar setiap malam tanpa jam yang dibatasi tetapi tetap saja mbak-mbak saya tidak betah. 

 

Ibu mertua penulis malah punya pengalaman yang lebih unik lagi, kalau makan daging ayam selalu memberi daging untuk mbak dan kaki ayam (ceker) untuk beliau. Pernah malah si mbak sampai dibelikan perhiasan emas namun ternyata tetap minta keluar juga. Ibu lain bingung kurang baik apalagi sama asisten. Makanannya tidak dibeda-bedakan, malah kadang asisten yang makan duluan, saat makan di luar si mbak bebas mau pesan apa saja bahkan kadang makanannya lebih mahal dari majikan. Peralatan mandi, obat-obatan, dan dokter disediakan sewaktu sakit. Ternyata sebulan dua bulan asisten tetap saja pergi tanpa kabar berita. Penulis benar-benar penasaran dengan akar permasalahan apa sebenarnya yang menyebabkan problematika asisten rumah tangga, kok nggak ada habisnya. 

 

Jadi sebenarnya apa yang membuat mbak-mbak tersebut tidak betah? Bagaimana sampai akhirnya penulis berhasil menemukan akar permasalahan mengapa sering kali mbak minta keluar padahal majikan sudah berusaha ‘memanjakan’ si mbak? Buku ini membahas pengalaman penulis dalam menyingkapkan isi hati asisten yang sesungguhnya agar semakin mudah membuat  asisten bertahan bekerja di rumah kita. Selamat membaca!