Hari-hari yang dilalui tukang ojek nggak selalu menyenangkan. Kadang ada aja yang bikin naik darah, turun berok.

 

Ibu Jutek: “Cepetan dong, saya mau arisan nih, nanti telat!”

Gue: “Sabar, Bu! Jalanan lagi macet.”

Ibu Jutek: “Nggak bisa nyalip-nyalip?”

Gue: “Bisa sih, tapi sangat riskan.”

Ibu Jutek: “Kenapa riskan?”

Gue: “Tuh lihat, di depan kita kontainer berjejer. Ibu mau arisannya pindah ke alam kubur?”

 

Beberapa saat kemudian, kami udah bisa lepas dari halauan kontainer. Jalanan nggak begitu ramai, nggak padat merayap kek tadi. Ibu itu terus-terusan nyuruh gue ngebut.

 

Ibu Jutek: “Mas, jangan kayak kura-kura lumpuh dong. Ayo ngebut!”

Gue: “Oke, saya bakal nambahin kecepatan lagi. Tapi Ibu udah siap kan kalau pada akhirnya kita terdampar di instalasi gawat darurat?” Ibu Jutek: “Tarik gasnya, buruan!”

Gue: “Kita ngebut ya?”

Ibu Jutek: “Tancap!”

Gue: “Biar aman, Ibu pegangan di pinggang saya.”

Ibu Jutek: “Amit-amit …!”