Silayang Layang membuat impian Reina terhalang. Berbagai hujatan dihujani oleh guru dan teman-temannya. Sempat merasa kesal, marah, dan putus asa. Namun, dengan nasihat Emak yang meskipun tergolong kasar, ia akhirnya mampu untuk bangkit.
“Jangan men-judge seseorang karena ia berasal dari tempat yang buruk. Sebab belum tentu dia memiliki sikap dan tingkah laku yang sama dengan warganya yang lain.”

Selain “Gadis Silayang Layang”, ada 18 cerita menarik lainnya di buku ini. Mulai dari yang berakhir sedih, bahagia, bahkan yang bisa membuat kita tersenyum. Kali ini  sungguh  saya  kehilangannya, tidak ada  jejak  yang  tersisa kecuali  cara mengakhiri  kisah  yang  demikian  pintar. Sebagai  orang  yang  dilahirkan  dan  sempat  mengecap  masa  kecil di tanah Tapanuli, saya  merasa  hadir  di dalam  cerpen “Acting Bapak”, sikap  Butet  yang keras  bercita-cita  tinggi  adalah  sosok  gadis  Tapanuli, sedangkan  sosok Bapak yang  penyayang, Umak yang  menjadi  penengah  juga  merupakan  cerminan  pria  dan  perempuan  Tapanuli. Sungguh  sebuah  refleksi  keluarga tanah Batak. (Puan Harahap - Bekerja  pada sebuah penerbitan  majalah taman kanak-kanak di Cirebon. Dan merupakan penulis  cerpen  di beberapa  media  ibu kota serta daerah.)
Setelah membaca beberapa kisahnya sangat mengalir, bahasanya lugas, santai, dan mudah dicerna. Apalagi setiap akhir ceritanya selalu memberi kejutan tak terduga. Kisah remaja yang senantiasa memberi kehidupan tegar dalam menghadapi berbagai masalah dan selalu ditanggapi dengan hal yang positif. (Ayumi Maulida - Anggota WR 01 dan Anggota FLP Palembang, Divisi Kepenulisan 2011.)

Janganlah kita menilai buruk seseorang dengan berlebihan karena bisa jadi dia adalah sahabat yang paling berarti buat kita. Dan pelajaran yang kedua adalah bahwa saling memaafkan itu adalah cara yang terbaik dalam menyelesaikan masalah. (Erni Lubis A.Md - mahasiswi serta PNS di kantor Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun.)