Adapun buku ini yang embrional nubuatnya telah selesai “ditimbang” pada 2010 oleh penulisnya, Letkol Laut (P) Salim, juga menyoal kehadiran “hawa panas” 2014 yang sudah berpendar sejak 3 tahun lalu. Selain mengutip ramalan Jangka Jayabaya serta Ronggowarsito, penulis juga mengutip nubuat Rasulullah Muhammad yang “nubuatnya” ia yakini menjadi landasan ramalan Jayabaya dan Ronggowarsito.

Dalam menghadapi krisis yang multikompleks ini, situasi jiwa rakyat meski dihibur oleh pengharapan akan lahirnya satrio piningit, namun nun jauh di dasar hatinya tetap terdapat keraguan dan rasa kecil tak berdaya. Dapatkah kekuatan rakyat melawan tirani para penguasa/pemimpin yang sibuk memperkaya diri dan para pejabat kroninya yang dilindungi oleh kekuatan konspirasi internasional?

Jawabnya: Sangat Bisa!

Pembelaan Allah, nyaris tanpa hijab, akan segera berada di balik rakyat yang teraniaya dan tertindas oleh bangsanya sendiri. Secara historis dan filsafat, penulis mencoba merujuk pada Nabi Daud sebagai contoh bagaimana Tuhan akhirnya memenangkan simbol “rakyat kecil” yang kemudian dapat mengalahkan Menhan (Goliat) pada masa itu hanya dengan kekuatan “katapel” mainan anak-anak. Dengan ridho dan pertolongan Allah, Daud sang penggembala mampu menghancurkan kezaliman penguasa. Asal para rakyat yang tertindas adalah insan-insan takwa seperti Daud.

Inilah inti pesan buku Dzikir Daud, sebagai pesan gerakan moral untuk melawan para penguasa zalim yang lupa daratan. Diharapkan buku ini akan menjadi blue print bagi Gerakan Dzikir Daud, selaku empowering rakyat dan people power di masa mendatang, agar bila terjadi reformasi jilid II kita dapat secara efektif menyaring masuknya para “brutus” serta elemen predator berwajah reformis lainnya ke sekoci reformis.