Kita sering menghitung berapa banyak orang menyakiti kita dan meninggalkan kita, tetapi kita tak pernah menghitung berapa banyak kita telah meninggalkan Tuhan dan Tuhan tak sekali pun meninggalkan kita. Dalam buku ini terangkum beberapa kisah tentang bertahan dalam kesabaran seorang lelaki. Sabar laksana kepompong sebelum menjadi kupu-kupu yang indah. Sabar seperti pohon pinus yang bertahan di musim salju, untuk menebar harum di musim semi. Sabar layaknya daun jati yang daunnya berguguran di musim kemarau, untuk bersemi hijau kembali di musim penghujan. Sabar teramatlah sulit, tetapi sabar adalah benteng tangguh keselamatan diri dari keputusasaan. (IDM - Penulis) 

Kita tak pernah tahu dinginnya lantai, jika kita tak pernah terjerembap di lantai. Kita tak pernah tahu baunya lumpur, jika kita tak pernah jatuh terjerembap dalam lumpur. Kita tak pernah tahu rasa asinnya garam, jika kita belum pernah makan garam. Kesulitan hidup tidak ditujukan untuk membatalkan pencapaian masa depan yang baik, tapi untuk menjadikan kita lebih kuat dan pantas bagi impian kita…. (Komentar Gusti Sahara dalam kisah “Cermin Tak Berbingkai”)

Memang bagus, realitas atau fiksi menyentuh. Masih adakah hubungan baik tanpa memandang status sosial ini? (Komentar Ya’lu Rauf dalam kisah “Lelaki Kotor 1”)

Menyentuh banget. Kena banget sama kehidupan yang tengah kujalani. Bagus Mas, kutunggu cerpen berikutnya. Mantap!!! (Komentar Fachrizal Arif dalam kisah “Lelaki dan Langit Jingga”)