Sidang hendak berakhir, tetapi tertahan oleh ucapan Dr. Amir. “Coba Saudara lihat di nomor…,” Dr. Amir seperti sengaja memancing rasa penasaranku. Sesaat aku merasa bingung juga dengan maksud beliau, hingga kemudian aku teringat akan imajiku beberapa waktu lalu sebelum sidang. Hah??? Aduhh… please jangan… jangan dibahas yang itu…, harapku dalam hati. 

“Tiga belas…,” tegas Dr. Amir. 

“Jiaaahhh…,” responsku. 

“Coba kamu baca…,” Dr. Amir kembali menegaskan, dan aku tak bisa mengelak. 

“Pake mikrofonnya…,” kata Dr. Amir lagi. Hah??? Masa pake mik sih? Kan nanti terdengar ke ruang tunggu, didengarkan oleh peserta yang lain. Dan akhirnya tanganku meraih mikrofon, mulutku terbuka dan berkata….

*** 

Ada apa sebenarnya dengan nomor tiga belas dalam cerita tersebut?

Sebegitu pentingkah? Atau justru bermasalah? Akankah angka 13 menjadi angka sial dalam persidangan itu?

Temukan cerita selengkapnya dalam salah satu cerpen di buku ini.

Nikmati juga alur-alur menarik yang disuguhkan dalam cerpen lainnya.