Christie Damayanti
E-Mail: christie.suharto[aT]yahoo.com
Seorang stroke & cancer survivor, arsitek, motivator, filateli dan pemerhati Jakarta. Terus berkarya walau dalam keterbatasan sebagai insan pasca stroke dengan lumpuh ˝ tubuh sebelah kanan.Daftar Buku
Jumlah buku:616. OSAKA, KYOTO, & NAGOYA
Cerita tentang Osaka dan Nagoya, merupakan cerita pengalamanku sendiri ketika pada akhirnya aku bisa terbang lagi ke Jepang, setelah 3 tahun pandemi. Maret 2023 ini adalah penerbanganku pertama lagi untuk menghadiri 2 undangan, yaitu wisuda anakku Michelle yang lulus S-1 di Universitas Meimai di Chiba dan undangan dari Profesor Pitoyo Hartono, ke Universitas Chukyo di Nagoya. Dan, karena ini adalah undangan, aku memang banyak bercerita tentang perjalananku di Osaka (setelah wisuda anakku selesai di Chiba) dan di Yagoto, salah satu distrik di Nagoya, tempat adanya Universitas Chukyo. Cerita tentang wisuda anakku, akan kutuliskan di buku-buku tentang “Michelle, Malaikat Kecilku”. Ternyata juga, dalam perjalananku ke Nagoya dari Tokyo adalah perjalanan yang penuh inspirasi untukku sendiri. Bahwa, setiap perjalananku ke Jepang sejak tahun 2017 dalam 3× setahun (kecuali masa pandemi), merupakan perjalananku yang penuh inspirasi.
Cerita tentang Osaka dan Nagoya, merupakan cerita pengalamanku sendiri ketika pada akhirnya aku bisa terbang lagi ke Jepang, setelah 3 tahun pandemi. Maret 2023 ini adalah penerbanganku pertama lagi untuk menghadiri 2 undangan, yaitu wisuda anakku Michelle yang lulus S-1 di Universitas Meimai di Chiba dan undangan dari Profesor Pitoyo Hartono, ke Universitas Chukyo di Nagoya. Dan, karena ini adalah undangan, aku memang banyak bercerita tentang perjalananku di Osaka (setelah wisuda anakku selesai di Chiba) dan di Yagoto, salah satu distrik di Nagoya, tempat adanya Universitas Chukyo. Cerita tentang wisuda anakku, akan kutuliskan di buku-buku tentang “Michelle, Malaikat Kecilku”. Ternyata juga, dalam perjalananku ke Nagoya dari Tokyo adalah perjalanan yang penuh inspirasi untukku sendiri. Bahwa, setiap perjalananku ke Jepang sejak tahun 2017 dalam 3× setahun (kecuali masa pandemi), merupakan perjalananku yang penuh inspirasi.
7. Mengungkap Flores - Cerita Perjalanan tentang Pariwisata, Budaya & Kepedulian Sosial
Sepertinya, tidak akan pernah habis jika kita bicara tentang budaya, adat, serta keindahan alam Pulau Flores ini. Bahkan, jika kita mau telurusi kampung adat demi kampung adat di sana, untuk Kabupaten Nagekeo saja terdapat 128 kampung adat dengan berbagai suku dan budaya serta adatnya masing-masing, bagaimana dengan seluruh Pulau Flores? Belum lagi tentang titik-titik wisatanya mungkin bisa dibilang masih “setengah perawan”, yang belum diolah apalagi dibangun untuk objek wisata dalam dan luar negeri, berapa besar “harta karun” Indonesia, hanya di Pulau Flores saja? Apalagi bicara tentang keindahan alamnya yang sangat damai, tenang, dan bersahaja. Buku ini hanya bercerita tentang sebagian saja wajah Pulau Flores. Hanya 1 minggu kami mengeksplore di sana, tetapi jika kami diberi kesempatan 1 bulan, mungkin bisa berkali lipat cerita-cerita yang akan ada dalam beberapa buku, dan bisa menjadi dokumen dan bahan literasi bagi warga di sana serta bagi wisatawan yang juga datang ke sana. Sebuah pulau bunga yang harum dan wangi, untuk menambahkan “koleksi harta karun” Indonesia, sebagai bagian dari warisan dunia..
Sepertinya, tidak akan pernah habis jika kita bicara tentang budaya, adat, serta keindahan alam Pulau Flores ini. Bahkan, jika kita mau telurusi kampung adat demi kampung adat di sana, untuk Kabupaten Nagekeo saja terdapat 128 kampung adat dengan berbagai suku dan budaya serta adatnya masing-masing, bagaimana dengan seluruh Pulau Flores? Belum lagi tentang titik-titik wisatanya mungkin bisa dibilang masih “setengah perawan”, yang belum diolah apalagi dibangun untuk objek wisata dalam dan luar negeri, berapa besar “harta karun” Indonesia, hanya di Pulau Flores saja? Apalagi bicara tentang keindahan alamnya yang sangat damai, tenang, dan bersahaja. Buku ini hanya bercerita tentang sebagian saja wajah Pulau Flores. Hanya 1 minggu kami mengeksplore di sana, tetapi jika kami diberi kesempatan 1 bulan, mungkin bisa berkali lipat cerita-cerita yang akan ada dalam beberapa buku, dan bisa menjadi dokumen dan bahan literasi bagi warga di sana serta bagi wisatawan yang juga datang ke sana. Sebuah pulau bunga yang harum dan wangi, untuk menambahkan “koleksi harta karun” Indonesia, sebagai bagian dari warisan dunia..
8. Kehidupan Purba 1.200 Tahun Kampung Adat BENA Tertua di Flores dari Zaman Megalitikum
Ketika setelah aku menjalani traveling ke Kampung Adat Bena serta menyusuri sebagian Pulau Flores ini, aku mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaanku tentang perjuangan dan merawat kehidupan. Karena, keadaanku yang sangat terbatas ini, kadang kala aku susah sekali untuk terus berjuang, untuk masa depanku. Tetapi ternyata, kehidupan masyarakat purba Kampung Adat Bena yang sudah berumur lebih dari 1.200 tahun lalu, sangat intens untuk merawat dan memperjuangkan masyarakatnya untuk tetap hidup dalam kebersahajaannya, bukan semata-mata saat ini adalah masa-masa modern dan mereka menjadi masyarakat yang modern. Semuanya berawal dari keluhuran jiwa masyarakat purba, dan jika kita amati dengan seaksama, kebersahajaan merekalah yang mampu membawa kehidupan kita di zaman modern itu, bisa survive. Mereka hidup dengan sederhana dan damai dalam 9 suku yang tinggal di sana di 45 rumah-rumah adat mereka. Sungguh sikap yang sederhana dan sangat bersahaja, juga ketika mereka menyambut kami dari Jakarta yang excited banyak bertanya dan mereka menjawabnya dengan senyum hormat. Belajarlah kita lewat kehidupan mereka yang tenang dan damai.
Ketika setelah aku menjalani traveling ke Kampung Adat Bena serta menyusuri sebagian Pulau Flores ini, aku mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaanku tentang perjuangan dan merawat kehidupan. Karena, keadaanku yang sangat terbatas ini, kadang kala aku susah sekali untuk terus berjuang, untuk masa depanku. Tetapi ternyata, kehidupan masyarakat purba Kampung Adat Bena yang sudah berumur lebih dari 1.200 tahun lalu, sangat intens untuk merawat dan memperjuangkan masyarakatnya untuk tetap hidup dalam kebersahajaannya, bukan semata-mata saat ini adalah masa-masa modern dan mereka menjadi masyarakat yang modern. Semuanya berawal dari keluhuran jiwa masyarakat purba, dan jika kita amati dengan seaksama, kebersahajaan merekalah yang mampu membawa kehidupan kita di zaman modern itu, bisa survive. Mereka hidup dengan sederhana dan damai dalam 9 suku yang tinggal di sana di 45 rumah-rumah adat mereka. Sungguh sikap yang sederhana dan sangat bersahaja, juga ketika mereka menyambut kami dari Jakarta yang excited banyak bertanya dan mereka menjawabnya dengan senyum hormat. Belajarlah kita lewat kehidupan mereka yang tenang dan damai.
9. Negeri Antah Berantah Kampung Adat Nunungongo Kampung Purba Suku Rendu
“Cerita” tentang Kampung Adat Nunungongo ini akan memberikan banyak dampak, bagi Indonesia dan bagi dunia, jika kita benar-benar ingin mencoba untuk melestarikan kehidupan purba Kampung Adat Nunungongo ini. Dan bagiku sendiri, Kampung Adat Nunungongo ini, memberikan dampak luar biasa untukku! Bukan hanya sebuah kenyataan yang memberikan banyak inspirasi untukku saja sampai-sampai aku fokus sekali untuk menuliskannya secara detail, tetapi aku justru ingin sekali menuliskan banyak kampung adat.
“Cerita” tentang Kampung Adat Nunungongo ini akan memberikan banyak dampak, bagi Indonesia dan bagi dunia, jika kita benar-benar ingin mencoba untuk melestarikan kehidupan purba Kampung Adat Nunungongo ini. Dan bagiku sendiri, Kampung Adat Nunungongo ini, memberikan dampak luar biasa untukku! Bukan hanya sebuah kenyataan yang memberikan banyak inspirasi untukku saja sampai-sampai aku fokus sekali untuk menuliskannya secara detail, tetapi aku justru ingin sekali menuliskan banyak kampung adat.
10. CERITAKU TENTANG PENANG ( Festival Kue Bulan di Sungai Petani)
Dari ceritaku sejak awal sampai saat terakhir ini tentang Penang, apa yang akan aku tuliskan sebagai penutup? Pertama, bahwa Peang memang sebuah kota yang bagiku merupakan tempat pemenuhan ekspresiku tentang sebuah sahabat dan keluarga. Bahwa, Leong Khong Ming, memang awalnya hanya bertemu sekedarnya di Jakarta di dunia filateli. TEtapi, dari dialah aku mempunyai keluarga baru di Penang dan Sungai Petani, Kedah, Leong Khong Ming, menjadi kepanjangan Tangan Tuhan sebagai sahabat dan keluarga bagiku, Ketika aku melawat ke Pengan dan Sungai Kedah, dimana saat itu aku memang sedang galau tentang kesendirianku sebagai seorang perempuan setengah baya tanpa keluarga bahkan anak2ku tidak ada di sekelilingku. Walau imi hanya sekedar ceritaku yang hanya 9 hari disana tetapi sudah cukup membuktikan tentang bagaimana Penang tidak membuat aku ingin datang lagi, jika pelayanan warganya cukup buruk untukku ….. Mungkin, ceritaku ini lebay bagi pembaca tetapi sangat mendalam untukku. Karena, tulisan2ku di mana2 dan di berbagai buku2ku tentang wisata adalah sebuah cerita yang aku alami sendiri sebagai seorang perempuan separuh baya dengan kursi roda ajaibku, berkeliling dunia untuk membuktikan banyak hal. Salah satunya adalah traveling ke Penang yang membuat aku sadar bahwa dunia meamng Sebagian masih belum ramah tentang kepedulian dan disabilitas dan prioritas, dan Sebagian lagi aku juga bisa membuktikan bagaimana mereka sangat ramah dan membuat aku betah untuk Kembali lagi kesana …… Penang, Kenangan terbesarku selama aku disana adalah kehidupanku Bersama keluarga besar Leong Khong Mimg. Penyambutan dan pelayanan mereka, memberikan kenyamanan dan kebahagiaan ku sebagai tamu asing, dari negeri tetangga …
Dari ceritaku sejak awal sampai saat terakhir ini tentang Penang, apa yang akan aku tuliskan sebagai penutup? Pertama, bahwa Peang memang sebuah kota yang bagiku merupakan tempat pemenuhan ekspresiku tentang sebuah sahabat dan keluarga. Bahwa, Leong Khong Ming, memang awalnya hanya bertemu sekedarnya di Jakarta di dunia filateli. TEtapi, dari dialah aku mempunyai keluarga baru di Penang dan Sungai Petani, Kedah, Leong Khong Ming, menjadi kepanjangan Tangan Tuhan sebagai sahabat dan keluarga bagiku, Ketika aku melawat ke Pengan dan Sungai Kedah, dimana saat itu aku memang sedang galau tentang kesendirianku sebagai seorang perempuan setengah baya tanpa keluarga bahkan anak2ku tidak ada di sekelilingku. Walau imi hanya sekedar ceritaku yang hanya 9 hari disana tetapi sudah cukup membuktikan tentang bagaimana Penang tidak membuat aku ingin datang lagi, jika pelayanan warganya cukup buruk untukku ….. Mungkin, ceritaku ini lebay bagi pembaca tetapi sangat mendalam untukku. Karena, tulisan2ku di mana2 dan di berbagai buku2ku tentang wisata adalah sebuah cerita yang aku alami sendiri sebagai seorang perempuan separuh baya dengan kursi roda ajaibku, berkeliling dunia untuk membuktikan banyak hal. Salah satunya adalah traveling ke Penang yang membuat aku sadar bahwa dunia meamng Sebagian masih belum ramah tentang kepedulian dan disabilitas dan prioritas, dan Sebagian lagi aku juga bisa membuktikan bagaimana mereka sangat ramah dan membuat aku betah untuk Kembali lagi kesana …… Penang, Kenangan terbesarku selama aku disana adalah kehidupanku Bersama keluarga besar Leong Khong Mimg. Penyambutan dan pelayanan mereka, memberikan kenyamanan dan kebahagiaan ku sebagai tamu asing, dari negeri tetangga …