slogan leutika prio

Christie Damayanti

Christie DamayantiE-Mail: christie.suharto[aT]yahoo.com

Seorang stroke & cancer survivor, arsitek, motivator, filateli dan pemerhati Jakarta. Terus berkarya walau dalam keterbatasan sebagai insan pasca stroke dengan lumpuh ½ tubuh sebelah kanan.




Daftar Buku

Jumlah buku:61

16. Aku dan Kursi Roda Ajaibku di Sepanjang Jalur Protokol Jl. Sudirman-Jl. Thamrin : Pengamatan untuk Kota Ramah Disailitas
Aku dan Kursi Roda Ajaibku di Sepanjang Jalur Protokol Jl. Sudirman-Jl. Thamrin : Pengamatan untuk Kota Ramah DisailitasPerjalananku diseputaran jalur protocol Jalan Sudirman – Thamrin, berakhir di Hotel Le Meredien. Dari hotel ini juga, pagi itu kami berjalan sampai Jalan Thamrin, makan siang di sekitaran Bank BBD. Sempat naik JPO untuk melihat dari atas Jalur BusWay TransJakarta serta mencoba kenyamanan ramp untuk kursi roda ajaibku. Setelah itu, kami naik MRT di Stasiun depan Kedutaan Jerman di Jalan Thamtin, dan menuju Stasiun Gelora Senayan. Berjalan2 sekitaran sana dan naik turun JPO yang viral dengan bentuk yang intagramable. Dan, kembali ke Hotel Le Meredien, sekitar jam 18.00. Setelah itu, kami sedikit beristirahat dan pulang, dengan diantar mas Ivan ke rumahku. Aku memang ingin melihat dan merasakan sendiri, apakah aku mampu dengan nyaman untuk berkeliling dengan kursi rida ajaibku, karena itu yang aku mau bahwa, Jakarta harus segera memulai konsep “kita ramah disabilitas” nya. Juga, aku memang ingin melihat dengan detail, apa yang dikatakan banyak orang tentang kenyamanan pedestrian di jalur protocol Sudirman – Thamrin ini. Ya, memang. Pedestrian disepanjang jalan itu memang sangat nyaman, tetapi apakah hanya di jalur protokolnya saja? Bagaimana dengan jalur2 non-protokol nya? Bahkan, sedikir berbelok dari jalur itu saja, pedestrian sama sekali tidak nyaman ….. Sebagai ibukora, Jakaarta seharusnya membangun kota yang ramah untuk warganya, siapaun itu, terutama untuk disabilitas dan prioritas. Bukan hanya untuk pencitraan saja, dengan hanya membangun jalur2 protokolnya saja, yang ramah. Semoga, buku ini bisa membukakan mata dan hati kita, terutama pemerintah

17. We are The Right-Menuju Kota Ramah Disabilitas, Kesetaraan dan Pemenuhan Fasilitas Publik dalam Ruang Inklusi dan Non-Diskriminasi
We are The Right-Menuju Kota Ramah Disabilitas, Kesetaraan dan Pemenuhan Fasilitas Publik dalam Ruang Inklusi dan Non-Diskriminasi40 bab aku tuliskan pada buku ini, dengan 1 prolog dan 2 epilog. Tulisan di buku ini, sengaja aku persembahkan untuk teman-teman disabilitas. Keinginanku sudah jelas, aku ingin terus berjuang untuk ku sendiri dan jelas untuk teman2 disabilitas. Bagaimana aku ingin memberikan tempat yang nyaman dan “ramah disabilitas”. Jakarta, tempat aku tinggal dan teman-teman disabilitasku, memang masih jauh dengan kata “ramah disabilitas”, tetapi sedikit demi sedikit, pemerintah DKI Jakarta mulai untuk memperdulikan kami, kaum disabilitas. Termasuk dari tulisan-tulisanku yang aku selalu share lewat media social, aku berusaha untuk memberikan sebanyak mungkin informasi tentang kebutuhan dan fasilitas, supaya kota Jakarta tercinta ini, lebih banyak belajar tentang apa yang kami butuhkan. Aku berharap, buku ini bisa memberikan informasi tentang konsep serta kebutuhan untuk kami kaum disabilitas, dan mengangkat pendekatan bagaimana Jakarta bisa lebih jauh mendekati kota yang “ramah disabilitas”. Bukan hanya Jakarta saja, tetapi semua kota di dunia, untuk menjadi tempat yang “ramah disanilitas”, full dengan inklusi dan tanpa diskriminasi ……

18. Selamatkan Bumi Kita Berawal dari Seekor Cicak yang Memilih Makan Nasi daripada Nyamuk
Selamatkan Bumi Kita Berawal dari Seekor Cicak yang Memilih Makan Nasi daripada NyamukSekali lagi, bumi kita memang sudah rusak, bukan karena apa2 tetapi karena ulah manusia. Dengan rusakya bumi kita, kehidupan manusia pun terancam! Sekarang pun, sudah mulai bagaimana kita merasa babyak sekali kendala untuk memanage bumi. Bahkan, ulah manusia yang sporadic “merusak” bumi, tanpa mereka tahu bagaimana mas depan manusia karena ini …… Dan, Dimulai dengan seekor cicak bergenerasi yang hidup di kolong meja makan di rumahku, yang meminta nasi lewat matanya yang melotot, aku mengamati, mengapa cicak makan nasi, dimana nasi adalah makanan manusia? Mengapa cick tidak memakan nyamuk, yang memang makanannya? Dari pengamatan itulah, aku beruang untuk mengedukasi tentang penyelamatan bumi …… Lebay? Terserah saja! Yang penting, aku berusaha yng terbaik untuk menyelamatkan tempat tinggal kita di bumi tercinta kita ini ……

19. Kota Tua Jakarta Metropolitan Realitas, Konsep dan Harapan Potensi Wisata
Kota Tua Jakarta Metropolitan Realitas, Konsep dan Harapan Potensi WisataKota Tua Jakarta, sudah sangat terbeban, karena banyak yang meliriknya bukan untuk mengembangkannya, tetapi justru untuk menghancurkannya! Ketika pemerintah daerah Jakarta, bahkan pemerintah pusat masih sibuk dengan pembangunan infra-struktur Negara tanpa bisa menyisihjan waktu untuk pengembangan “kota tua” Jakarta, akan sangat memyesal jikasuatu saat Jakarta hanya tinggal “nama” saja, tanpa ditopang oleh peninggalan2 sejarahya ….. Bagi kita wara Jakaarta, Mulailah untuk membangun Negara, lewat hal2 yang remeh temen, tetapi menghasilkan sebuah konsep yang jelaa, untuk Indoneisa. Walau pada kenyataannya, konsep ini belum dapat memberikan nilai2 kepedulian, tetapi setidaknya kita bisa ikut memberikan kontribusi bagi Negara …… Sebuah “kota tua” Jakarta, yang akhirnya akan tersia-sia, JIKA kita tetap berada dalam keegoisan ……

20. Yogyakarta - Budaya dan Akar Rumputku
Yogyakarta - Budaya dan Akar RumputkuMemang, jejak nostlgia kita masing-masing akan menjadi kenangan yang sangat indah, dan terpatri dalam sanubari. Khususnya untukku, yang sekarang dalam usia mulai lanjut, kenangan dan nostalgiaku menjadi kekuatanku untuk terus menggapai hidupku ….. Sebagai seorang anak dari keturunan “wong Yojo”, dari Bapak, tentu saja aku bangga menjadikan Yogyakarta sebagai bagian utama kehidupanku …… Buku “Jejak Notalgia” Yogyakarta ini memang khusus aku tuliskan, ketika kota ini memang benar-benar sebuah kota akar rumput hidupku. Tetapi,Yogyakarta yang seharusnya tetap menjadi kota tradisional dan kota wisata yang selalu mendapat pujian dari banyak Negara, ternyata semakin kesini membuat aku terus kecewa. Kemodern-an dunia, memang harus juga menjadikan kota ini, untuk menggapai mimpi. Tetapi bukan menjadikan kota ini semakin “modern” dengan semua baik dan buruknya! Apapun yang ada dan akan terjadi, kota Yogyakarta tetap merupakan sebuah kota favourite ku untuk berlibur dan mencari jati diriku. Dan kota ini benar-benar merupakan sebuah tempat yang indah bagi hidupku ……


Leutika Leutika