Katalog Buku

Sepasang Mata di Panasera adalah kumpulan tulisan anggota FSPMI yang bekerja di Batam. Tidak hanya cerita, di dalamnya terangkum cita-cita, dan jejak langkah perjuangan. Sebuah buku yang merekam kenangan pada sebuah kota yang menjadi beranda depan Indonesia, Batam.

Hari terlarih dari batu ketika
Putih metah lalu menghijau melubuk
Lorong lebuh baginya telah ditebuk
Mengalir bawa semua jika-maka
Kita tegak pada geraknya beriak
Dengan segala sesuatu di tangan
Bak batu susun dalam keseimbangan
Siap di tengah arus atau kecipak

Mengapa perlu puisi?
Bukankah hidup tak melulu serangkaian kata?
Bukankah hidup ini nyata, seperti air yang bisa kau sentuh?
Apa artinya kata-kata,
jika kau masih punya penghapus
untuk membuatnya hilang jadi cerita
Mengapa perlu puisi?
Bukankah tak semua kegundahan harus dilantunkan dengan indah?
Bagaimana dengan marah-marahku?
Bagaimana dengan resah-resahku?
Sesekali aku ingin memaki; kepadamu
juga kepada hidup yang berputar-putar--membuatku jengah
dan kau masih meminta sebuah puisi?
Sesekali aku ingin teriak;
dengan sekotor-kotornya kalimat
dan akan membuatmu berhenti meminta
Masihkah perlu puisi?

Sepatu Kaca macam apa yang menjadi misteri??

Anak pedalaman ini telah hampir sampai di akhir perjalanannya. Cita-cita dan mimpi telah menjadikannya mampu berjalan sejauh ini. Belajar menulis dengan tidak biasa dan mencoba memaknai Desa sebagai rana terasing terbaik dari sebuah kota.

Perbedaan karakter itu biasa. Pesantren mungkin bisa menjadi momok yang menakutkan bagi remaja kota yang suka hidup dengan gemerlapnya keindahan kota dan seisinya. Tapi, bahagianya remaja ini yang telah membuktikan betapa indahnya Pesantren. Yaitu Hamidah, Hafsah, Haimah, Hasan adalah ke empat sahabat yang selalu berbuat ulah, tapi juga banyak memberikan warna indah bagi pesantren Asmaul Husna. Saat itu, ada seorang sahabat yang meninggal, siapakah dia? Lalu kenapa? Semua itu terjadi karena cinta. Cinta yang seperti apa sehingga mampu menghancurkan Kristal persahabatan yang telah lama terbangun?,, itulah yang akan ditulis dalam tinta persahabatan yang indah.

Apa harus dan bisa dilakukan sebagai cewek lahir paling gede dalam keluarga?

Aku terperangah melihat sebuah sketsa raksasa menggambar hamparan kuning ladang jagung. Gambar itu mirip cangkang trilobita, binatang purba yang diperkirakan pernah hidup pada zaman Arkaekum.

Di atas mobil komando, lirih ia mengatakan jika hari ini tepat ulang tahun pernikahannya yang ke-10. Saya yang saat itu berada diatas mobil komando mengucapkan selamat sambil menjabat tangannya dengan hangat. Hanya itu yang bisa saya sampaikan, karena pada saat yang bersamaan, kami sedang dalam perjalanan.
Di hari yang bersejarah ini, seharusnya ia berada di rumah. Bersama istri tercinta, merayakan 10 tahun kebersamaannya. Atau pergi ke tempat romantis didunia, melakukan honeymoon untuk yang kesekian kalinya.
Tetapi dasar Ozy, ia justru memilih berada di jalanan. Ikut serta dalam long march Bandung – Jakarta selama empat hari empat malam. Berorasi di sepanjang jalan, hingga kehabisan suara.
Di dunia ini, ada banyak kebetulan yang indah. Kami sedang memperjuangkan 10 tuntutan buruh dan rakyat ketika pernikahan kawan kami, Ozy, memasuki tahun yang ke-10.
Bukan hanya tentang Ozy. Buku ini menceritakan bagaimana kegigihan buruh-buruh yang lain dalam memperjuangkan Sepultura. Mereka dihina. Dikecewakan. Disepelekan. Dianggap sebelah mata. Tetapi pada akhirnya berhasil membawa gerakan buruh menjadi bagian penting dalam pemilihan umum presiden 2014.
Buku ini wajib Anda miliki, sebagai dokumentasi berharga yang pantas untuk diceritakan kepada generasi berikutnya.

Sepuluh Wajah Cinta ini menceritakan tentang cerita cinta yang beraneka warna yang dikemas begitu apik oleh lima penulis. Ada tangis, tawa, canda, smua terangkum dalam satu buku yang penuh inspirasi dan sarat makna.